Sabtu, 10 Juni 2017

makalah ilmu kalam

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
           
Mengkaji ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia, baik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis yang secara natural adalah distingtif.oleh sebab itu, perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat, Ad-Dahlawi tampaknya lebih menekankan aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun pernah dikatakan imam Munawir. Ia mengatakan bahwa perbedaan pendapat didalam islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan kredinilitas seorang sebagai figur pembuatan keputusan. Lain lagi yang dikatakan Umar Sulaiman Asy-Syaqar, ia lebih menekankan aspek objek keputusan sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya, ada tiga persoalan yang menjadi objek perbedaan pendapat, yaitu persoalan keyakinan (aqaid), persoalan syariah dan politik.[1]
            Senada dengan term diatas, Harun Nasution menjelaskan bahwa, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa penbunuhan utsman bin affan, yang terbentuk dalam penolakan mu’awiyah atas kekhalifaan Ali bin Abi thalib. Persoalan ini telah menimbukan 3 aliran teologi dalam islam yaitu:  Aliran khawarij. Aliran Murji’ahdan Aliran mu’tazilah.
Tidak terlepas dari itu, kemunculan persoalan kalam juga disebabkan oleh teologis yang merupakan kelanjutan dari perdebatan-perdebatan hangat para teologi yang membahas tentang dosa-dosa besar. Masalah ini bermuara dengan lahirnya aliran-aliran kalam beserta beragam dan bentuk pemikiran mereka tentang segala yang berkaitan dengan ketuhanan.
Selain itu, kami (pemakalah) akan menjelaskan juga tentang asas (dasar) yang menjadi rujukan oleh para teologi dalam memandang dsegala permasalahna yang muncul, karena dari dasar inilah mereka mencoba memformulasikan terkait masalah yang mereka permasalahkan. Dan tidak kalah pentingnya juga, kami akan memaparkan tentang nama-nama lain dari ilmu kalam yang antra satu disiplin ilmu memilki berbagai keterkaitan yang tidak bisa terelakkan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, banyak persoalan atau permasalahan yang menarik yang perlu dikaji dari pembahasan tentang “Ilmu Kalam”. Adapun permasalahannya sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian dan nama lain  ilmu kalam..?
2.      Apakah dasar-dasar ilmu kalam…?
3.      Bagaimanakah sejarah timbulnya ilmu kalam (Teolokagi Islam)..?

C.    Tujuan
1.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian dan nama lain dari ilmu kalam.
2.      Agar mahasiswa mengetahui dasar (basic) dari ilmu kalam.
3.      Agar mahasiswa mengetahui sejarah timbulnya ilmu kalam (Teologi Islam).



BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN, DASAR-DASAR DAN SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM

A.    Pengertian Dan Nama Lain Ilmu Kalam
1.      Pengertian Ilmu Kalam
Secara harfiah, kata-kata Arab kalam, berarti “pembicaraan”. Tetapi sebagai istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau logika. Karena kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan kata dan istilah Yunani logos yang juga secara harfiah berarti “pembicaraan”, tapi yang dari kata itulah terambil kata logika dan logis sebagai derivasinya. Kata Yunani logos juga disalin ke dalam bahasa Arab manthiq.[2]

sehingga ilmu kalam lebih mengarah pada pemikiran-pemikiran yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis sebagai pondasi dasar yang disertai dengan logika (akal) sebagai alat analisis atau untuk melakukan interpretasi tekait masalah yang di kaji dalam ilmu kalam itu sendiri.
Sementara itu Musthafa Abdul Raziq berkomentar, “ilmu ini (ilmu kalam) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau, ilmu yang berkaitan dengan akidah Islami ini bertolak atas bantuan nalar ”. sementara itu Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut : “ilmu kalam adalah disiplinilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis”
Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut:
“ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai aargumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional”.
Adapun ilmu ini dinamakan ilmu Kalam, disebabkan :
a)      Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriah ialah apakah Kalam Allah (Al-qur’an) itu qadim atau hadits.
b)      Dasar ilmu Kalam ialah dalil-dalil fikiran dan pengaruh dalil fikiran ini tampak jelas dalam pembicaraan para mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan dalil naqli (Al-Qur’an dan hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalili-dalil fikiran.
c)      Dinamakan Ilmu Kalam karena pembicaraan tentang Tuhan dibahas dengan logika. Maksudnya menggunakan dalil-dalil aqliyah ; dari permasalahan masalah sifat-sifat kalam bagi Allah.

2.      Nama Lain Dari Ilmu Kalam
Ilmu kalam disebut dengan beberapa nama, antara lain :
Ilmu Ushuluddin, ilmu Tauhid, Fiqh al-Akbar, Teologi Islam, dan ilmu Aqidah. Disebut ilmu Ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama (Ushuluddin). Selain itu ilmu Ushuluddin juga membahas mengenai prinsip-prinsip kepercayaan agama (Ushuluddin). Selain itu ilmu Ushuluddin juga membahas mengenai prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang Qath’i (al-Qur’an dan Hadist Mutawatir) dan dalil-dalil akal pikiran.
d)     Disebut ilmu Tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT. Adapun ilmu Tauhid itu adalah bahwa Allah itu Esa dalam Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya yang azali, tiada tara bandingan bagi-Nya dan Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Didalamnya juga dikaji pula tentang Asma’ (nama-nama) dan Af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Rasulnya.[3] Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid. Tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.
e)      Abu Hanifah menyebut ilmu ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian, pertama fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu Tauhid. Kedua, fiqh al-Asghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.
f)       Teologi Islam merupakan istilah dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa Inggris, theority William Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God (diskusi atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip kata-kata William Reese lebih jauh mengatakan, “Theology to be a discipline resting truth and independent of both philosophy and science”. (Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independent filsafat dan ilmu pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.
g)      Ilmu ini kadang-kadang juga disebut dengan ilmu Aqidah atau Aqa’id. Sebab ilmu ini kadang-kadang juga disebut dengan ilmu Aqidah atau Aqa’id. Sebab ilmu ini membicarakan tentang kepercayaan Islam. Syekh Thahir Al Jazairy (1851 – 1919) menerangkan : “Aqidah Islam ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam artinya mereka menetapkan atas kebenarannya.[4]

B.      Dasar-Dasar Ilmu Kalam
Para teolog memilki dasar-dasar yang kuat dalam merumuskan argumentasi mereka dalam memecahkan problem-problem yang dipermasalahkan.dilihat sisi epistimologinya, ada beberapaaspek yang diperhatikan dalam mencari dalil-dalil yang berkaitan. Ada pun dasar-dasar para teolog adalah sebagai berikut:  
a.      Al-Quran
Sebagai dasar dan sumber ilmu kalam, Al-quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya adalah:
Artinya:
“Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan (3) dan tidak ada sesuatu yang sama denganDia (4)”. (QS. Al-Ikhlas: 3-4)
Dan masih terdapat juga di dalam QS. Asyura :7, QS. Al furqan 59, QS. Al fath 10 dan masih banyak lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja penjelasan rincinya tidak ditemukan.
b.      Hadis
Hadis Nabi SAW pun banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam yang dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya adalah:
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh golongan.
c.       Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat Islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia Islam, umat Islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-quran, terutama yang belum jelas maksudnya (al-mutasyabihat).[5]
Seperti halnya filosof muslim yaitu Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi atau yang di kenal dengan Al-Razi  yang mendukung penggunaan akal dalam memahami kalam Ilahi, ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu kepada Tuhan, dan untuk mengatur hidup manusia di dunia.[6]
d.      Insting
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan, oleh karena itu kepercayaaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. William L. Reese mengataakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan ini yang dikenal dengan istilah theologia, telah bekembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos. Selanjutnya teologi itu berkembang menjadi teologi alam dan teologi wahyu.[7]
           



C.    Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Mulai Masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin,  Bani Umayyah, Bani Abbas, dan Sampai sekarang.
Pada masa Nabi SAW, dan para Khulafaurrasyidin, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Awal mula adanya perselisihan di picu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah). Padamasa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, padamasa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut.[8]
Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Pada zaman pemerintahan Bani Umaiyah, hampir-hampir keseluruhan umat Islam di dalam keimanan yang bersih dari sebarang pertikaian dan perdebatan. Dan apabila kaum muslimin selesai melakukan pembukaan negeri dan kedudukannya telahpun mantap, mereka beralih tumpuan kepada pembahasan sehingga menyebabkan berlaku perselisihan pendapat di kalangan mereka.
Pada zaman Abbasiyah, telah banyak berlaku pembahasan di dalam perkara-perkara akidah termasuk perkara-perkara yang tidak wujud pada zaman Nabi s.a.w. atau zaman para sahabatnya. Berlaku pembahasan tersebut dengan memberi penumpuan agar ia menjadi satu ilmu baru yang diberi nama Ilmu Kalam.
Setalah kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri, lalu ramai dari kalangan penganut agama lain yang memeluk Islam. Mereka ini menzahirkan pemikiran-pemikiran baru yang diambil dari agama lama mereka tetapi diberi rupabentuk Islam. Iraq, khususnya di Basrah merupakan tempat segala agama dan aliran. Maka terjadilah perselisihan apabila ada satu golongan yang menafikan kemahuan (iradah) manusia. Kelompok ini diketuai oleh Jahm bin Safwan.[9]
 Dan antara pengikutnya ialah para pengikut aliran Jabbariyah yang diketuai oleh Ma'bad al-Juhni. Aliran ini lahir ditengah-tengah kecelaruan pemikiran dan asas yang dibentuk oleh setiap kelompok untuk diri mereka. Kemudian bangkitlah sekelompok orang yang ikhlas memberi penjelasan mengenai akidah-akidah kaum muslimin berdasarkan jalan yang ditempoh oleh al-Quran. Antara yang masyhur di kalangan mereka ialah Hasan al-Basri. Dan sebahagian dari kesan perselisihan antara Hasan al-Basri dengan muridnya Washil bin Atho' ialah lahirnya satu kelompok baru yang dikenali dengan Muaktazilah.[10]  Perselisihan tersebut ialah mengenai hukum orang beriman yang mengerjakan dosa besar, kemudian mati sebelum sempat bertaubat.
Pada akhir kurun ketiga dan awal kurun keempat, lahirlah imam Abu Mansur al-Maturidi yang berusaha menolak golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran al-Maturidiah.[11]  Kemudian muncul pula Abul Hasan al-Asy'ari yang telah mengumumkan keluar dari kelompok Mu'tazilah dan menjelaskan asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulamak dari kalangan fuqahak dan ahli hadis. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah. Dan dari dua kelompok ini, terbentuklah kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dan kesimpulannya, kita dapat melihat bahawa kemunculan kelompok-kelompok di dalam Islam adalah kembali kepada dua perkara:
1. Perselisihan mengenai pemerintahan
2. Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.

Secara garis besarnya, ada dua sebab yang paling pokok yang menjadi penyebab lahirnya ilmu kalam ini, yaitu:
A.    Sejarah Ilmu Kalam berdasarkan Politis
Menurut Harun Nasution,[12] kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Ustman bin affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Tholib. Ketegangan antara Mu’awiyyah dan Ali bin Abi tholib mengkristal menjadi perang siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Mu’awiyyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya.
Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim.. putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an.. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau La hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Tholib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau secerders.
Di luar pasukan yang membelot Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok Syi’ah. Menurut Watt Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyyah pasukan Ali terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali yang akhirnya disebut golongan Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali yang disebut golongan Khawarij.

Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam yaitu:
a.       Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
b.      Alran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mu’min dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
c.       Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat tersebut. bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin mereka tetap mengambil posisi antara mu’min dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisis)

B.      Sejarah Ilmu Kalam Secara Ideologis (Teologi)
Kata Ideologis juga bisa diartikan Teologi. Awalnya persoalan ideologis ini berawal dari persoalan politik. Maka muncullah siapa yang yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam.
Khawarij memandang bahwa Ali, Mu’awiyah, Amr ibn-ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-lain yang menerima arbitrase adalah kafir, karena didalam Al-quran telah tercatat.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
(Al-Maidah, 44)
Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah. Karena keempat pemuka islam diatas telah dipandang kafir dalam arti bahwa mereka telah keluar dari islam.
Maka kaum khawarij mengambil keputusan untuk membunuh mereka berempat tetapi menurut sejarah hanya orang yang dibebani membunuh Ali bin Abi Thalib yang berhasil dalam tugasnya.
Seiring berjalannya waktu kaum khawarij terpecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut pula mengalami perubahan, yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hokum dengan al-quran, tetapi orang yang berbuat dosa besar, yaitu mutakib al-kabair atau capital sinners, juga dipandang kafir. Persoalan orang berbuat dosa inilah kemudian yang mempunyai pengaruh besar didalam pertumbuhan teologi selanjutnya dalam islam. Persoalannya ialah masihkah ia bisa dipandang orang mukmin ataukah ia sudah menjadi kafir, karena berbuat dosa besar itu.
Persoalan inilah yang akhirnya menyebabkan tiga aliran teologi dalam islam, diantaranya adalah :
a)      Aliran Khawarij :aliran ini berpendapat bahwa dosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari islam atu tegasnya murtad, oleh karena itu ia wajib dibunuh
b)      Aliran Murji’ah :aliran ini mempunyai pendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah SWT, untuk mengampuni dosanya atau tidak
c)      Aliran Mu’tazilah :aliran tidak sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh kedua aliran diatas. Bagi mereka orang yang berdosa besar itu bukan kafir tetapi bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara 2 posisi. Dalam bahasa arabnya terkenal dengan Al-manzilahbain al-manzilatain (posisi diantara 2 posisi)
Disamping itu muncul pula aliran yang mempunyai maksud untuk menentang aliran mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Aliran ini kemudian terkenal dengan nama aliran Al-Maturidiah. aliran ini tidak bersifat setradisional aliran Asy’ariah dan tidak pula seliberal Mu’tazilah.


KESIMPULAN
Secara bahasa kalam berarti “pembicaraan” yang menurut para ahli yang di adopsi dari bahasa yunani kuno. Dan secara terminology “ilmu kalam adalah disiplinilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis”.
Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, nama-nama ilmu kalam ada 5 yaitu, ilmu Ushuluddin, ilmu Tauhid, fiqh al-Akbar, teologi Islam, dan ilmu Aqidah. Fiqih dibagi menjadi yaitu fiqih al-Akbar dan fiqih al-Asghar. Sedangkan objek studi ilmu kalam identik dengan ilmu yang lain, seperti filsafat dan tasawuf. Ilmu kalam pokok bahasan utamanya adalah ketuhanan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya. Dan objek kajian ilmu kalam bersifat transcendent spekulatif (jauh dari empiris atau pengalaman) seperti pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan.
Ada pun dasar-dasar dalam ilmu kalam adalah al-Qur’an yang merupakan dasar yang paling mendasar dalam merumuskan dalil-dalil dalam menetapkan argumentasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan atribut-atribut tuhan. Yang kedua, al-Hadis, insting dan segala pemikiran manuisa yang mendasari pemikiran mereka.
Dan yang menurut ahli sejarah permasalahan kalam timbul karena dua sebab yaitu, karena faktor politik yang merupakan cikal bakal lahirnya ilmu kalam dan yang kedua adalah permasalahan agama (Idiologis).



[1]Umar Sulaiman Al-Asyaqar, “Mengembalikan citra dan wibawa umat : perpecahan, akar masalah dan solusinya”. (Jakarta: wacana Lazuardi Amanah). Hal : 39-55
[2] Supiana, dan Karman. M. “Materi Pendidikan Agama Islam”. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal: 161
[3] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terj. Firdaus An. Bulan Bintang, Jakarta, 1965 hlm. 25
[4] Sahilun A. Nasir, Ilmu Kalam, Pt. Bina Ilmu, Surabaya.
[5] Abdul Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia,2009, h. 13-21.

[6]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999, h. 18.
[7] op. cit. h. 26-27
[8] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, UI- Press, Jakarta, hlm : 6
[9] W. Montgomery watt, Pemikiran teologi dan filsafati islam. Terj. Umar Basalim, penerbit P3M, Jakarta, 1987, hlm : 10
[10] Ibid,hlm : 8
[11] Ibid, hlm: 9
[12] Harun Nasution. “Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisi Perbandingan.” (Jakarta: UI Press. 1986). Hal:7-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar