BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengkaji ilmu kalam pada dasarnya
merupakan upaya memahami kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan
para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Pada
dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia, baik berupa potensi biologis
maupun potensi psikologis yang secara natural adalah distingtif.oleh sebab itu,
perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengkaji
suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
Mengenai sebab-sebab pemicu
perbedaan pendapat, Ad-Dahlawi tampaknya lebih menekankan aspek subjek
pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun
pernah dikatakan imam Munawir. Ia mengatakan bahwa perbedaan pendapat didalam
islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan
kredinilitas seorang sebagai figur pembuatan keputusan. Lain lagi yang
dikatakan Umar Sulaiman Asy-Syaqar, ia lebih menekankan aspek objek keputusan
sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya, ada tiga persoalan
yang menjadi objek perbedaan pendapat, yaitu persoalan keyakinan (aqaid),
persoalan syariah dan politik.[1]
Senada
dengan term diatas, Harun Nasution menjelaskan bahwa, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan kalam
dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa penbunuhan utsman bin
affan, yang terbentuk dalam penolakan mu’awiyah atas kekhalifaan Ali bin Abi
thalib. Persoalan ini telah menimbukan 3 aliran teologi dalam islam yaitu: Aliran khawarij. Aliran Murji’ahdan Aliran
mu’tazilah.
Tidak terlepas dari itu, kemunculan persoalan kalam juga
disebabkan oleh teologis yang merupakan kelanjutan dari perdebatan-perdebatan
hangat para teologi yang membahas tentang dosa-dosa besar. Masalah ini bermuara
dengan lahirnya aliran-aliran kalam beserta beragam dan bentuk pemikiran mereka
tentang segala yang berkaitan dengan ketuhanan.
Selain itu, kami (pemakalah) akan menjelaskan juga
tentang asas (dasar) yang menjadi rujukan oleh para teologi dalam memandang
dsegala permasalahna yang muncul, karena dari dasar inilah mereka mencoba
memformulasikan terkait masalah yang mereka permasalahkan. Dan tidak kalah
pentingnya juga, kami akan memaparkan tentang nama-nama lain dari ilmu kalam yang
antra satu disiplin ilmu memilki berbagai keterkaitan yang tidak bisa
terelakkan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, banyak persoalan atau permasalahan yang menarik yang perlu dikaji
dari pembahasan tentang “Ilmu Kalam”. Adapun permasalahannya sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dan nama lain ilmu kalam..?
2. Apakah dasar-dasar ilmu kalam…?
3. Bagaimanakah sejarah timbulnya ilmu
kalam (Teolokagi
Islam)..?
C.
Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian
dan nama lain dari ilmu kalam.
2. Agar mahasiswa mengetahui dasar (basic) dari ilmu kalam.
3. Agar mahasiswa mengetahui sejarah
timbulnya ilmu kalam (Teologi Islam).
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN,
DASAR-DASAR DAN SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM
A. Pengertian
Dan Nama Lain Ilmu Kalam
1. Pengertian
Ilmu Kalam
Secara harfiah, kata-kata Arab kalam, berarti “pembicaraan”.
Tetapi sebagai istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam
pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar
dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau
logika. Karena kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan
kata dan istilah Yunani logos yang juga secara harfiah berarti “pembicaraan”,
tapi yang dari kata itulah terambil kata logika dan logis sebagai derivasinya.
Kata Yunani logos juga disalin ke dalam bahasa Arab manthiq.[2]
sehingga
ilmu kalam lebih mengarah pada pemikiran-pemikiran yang berlandaskan Al-Qur’an
dan Hadis sebagai pondasi dasar yang disertai dengan logika (akal) sebagai alat
analisis atau untuk melakukan interpretasi tekait masalah yang di kaji dalam
ilmu kalam itu sendiri.
Sementara itu Musthafa Abdul Raziq
berkomentar, “ilmu ini (ilmu kalam) yang berkaitan dengan akidah imani ini
sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau, ilmu yang
berkaitan dengan akidah Islami ini bertolak atas bantuan nalar ”. sementara itu
Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut : “ilmu kalam adalah
disiplinilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin,
mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang
berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu
ketuhanan secara filosofis”
Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu
kalam sebagai berikut:
“ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung
berbagai aargumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil
rasional”.
Adapun ilmu ini dinamakan ilmu Kalam,
disebabkan :
a)
Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan
hijriah ialah apakah Kalam Allah (Al-qur’an) itu qadim atau hadits.
b)
Dasar ilmu Kalam ialah dalil-dalil fikiran dan pengaruh dalil fikiran ini
tampak jelas dalam pembicaraan para mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan
dalil naqli (Al-Qur’an dan hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok
persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalili-dalil fikiran.
c)
Dinamakan Ilmu Kalam karena pembicaraan tentang Tuhan dibahas dengan
logika. Maksudnya menggunakan dalil-dalil aqliyah ; dari permasalahan masalah
sifat-sifat kalam bagi Allah.
2.
Nama Lain Dari Ilmu Kalam
Ilmu kalam
disebut dengan beberapa nama, antara lain :
Ilmu
Ushuluddin, ilmu Tauhid, Fiqh al-Akbar, Teologi Islam, dan ilmu Aqidah. Disebut
ilmu Ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama (Ushuluddin). Selain
itu ilmu Ushuluddin juga membahas mengenai prinsip-prinsip kepercayaan agama
(Ushuluddin). Selain itu ilmu Ushuluddin juga membahas mengenai prinsip-prinsip
kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang Qath’i (al-Qur’an dan Hadist
Mutawatir) dan dalil-dalil akal pikiran.
d)
Disebut ilmu Tauhid karena ilmu ini
membahas keesaan Allah SWT. Adapun ilmu Tauhid itu adalah bahwa Allah itu Esa
dalam Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya yang azali, tiada
tara bandingan bagi-Nya dan Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Didalamnya juga dikaji pula tentang Asma’ (nama-nama) dan Af’al
(perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Rasulnya.[3]
Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid. Tetapi argumentasi ilmu
kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.
Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.
e) Abu Hanifah
menyebut ilmu ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang
dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian, pertama fiqh al-Akbar,
membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu Tauhid. Kedua, fiqh
al-Asghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan
pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.
f) Teologi Islam
merupakan istilah dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa Inggris, theority
William Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God
(diskusi atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip kata-kata William Reese
lebih jauh mengatakan, “Theology to be a discipline resting truth and
independent of both philosophy and science”. (Teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independent filsafat dan ilmu
pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan
tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.
g)
Ilmu ini kadang-kadang juga disebut
dengan ilmu Aqidah atau Aqa’id. Sebab ilmu ini kadang-kadang juga disebut
dengan ilmu Aqidah atau Aqa’id. Sebab ilmu ini membicarakan tentang kepercayaan
Islam. Syekh Thahir Al Jazairy (1851 – 1919) menerangkan : “Aqidah Islam ialah
hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam artinya mereka menetapkan atas kebenarannya.[4]
B.
Dasar-Dasar Ilmu Kalam
Para
teolog memilki dasar-dasar yang kuat dalam merumuskan argumentasi mereka dalam
memecahkan problem-problem yang dipermasalahkan.dilihat sisi epistimologinya,
ada beberapaaspek yang diperhatikan dalam mencari dalil-dalil yang berkaitan.
Ada pun dasar-dasar para teolog adalah sebagai berikut:
a.
Al-Quran
Sebagai dasar dan sumber ilmu kalam,
Al-quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,
diantaranya adalah:
Artinya:
“Allah tidak
beranak dan tidak pula diperanakan (3) dan tidak ada sesuatu yang sama
denganDia (4)”. (QS. Al-Ikhlas: 3-4)
Dan masih terdapat juga di dalam
QS. Asyura :7, QS. Al furqan 59, QS. Al fath 10 dan masih banyak lagi ayat-ayat
yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan dan hal-hal lain
yang berkenaan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja penjelasan rincinya tidak
ditemukan.
b.
Hadis
Hadis Nabi SAW pun banyak
membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam yang dipahami sebagian
ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu
kalam, diantaranya adalah:
“hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, “orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh
puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh golongan.”
c.
Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini,
baik berupa pemikiran umat Islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar
umat Islam. Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia Islam, umat
Islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-quran, terutama yang belum jelas maksudnya (al-mutasyabihat).[5]
Seperti halnya filosof muslim yaitu
Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi atau yang di kenal dengan Al-Razi yang mendukung penggunaan akal dalam memahami
kalam Ilahi, ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik
serta apa yang buruk, untuk tahu kepada Tuhan, dan untuk mengatur hidup manusia
di dunia.[6]
d.
Insting
Secara instingtif, manusia selalu
ingin bertuhan, oleh karena itu kepercayaaan adanya Tuhan telah berkembang
sejak adanya manusia pertama. William L. Reese mengataakan bahwa ilmu yang
berhubungan dengan ketuhanan ini yang dikenal dengan istilah theologia, telah
bekembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah
mitos. Selanjutnya teologi itu berkembang menjadi teologi alam dan teologi
wahyu.[7]
C.
Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Mulai
Masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Bani
Umayyah, Bani Abbas, dan Sampai sekarang.
Pada masa Nabi SAW, dan para
Khulafaurrasyidin, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan
satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi
dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Awal mula adanya
perselisihan di picu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali. Dan awal mula
adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin
Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah). Padamasa itu di latar
belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah terjadinya perselisihan
sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin
Abi Thalib, padamasa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut.[8]
Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang
menamakan dirinya kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian
terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin
yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul
berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah
belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti
aliran syi’ah, khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah
menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir
berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan
Mu’tazilah.Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain
tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu
bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi
filosofis tersebut.Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan
melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak
menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Pada zaman pemerintahan Bani
Umaiyah, hampir-hampir keseluruhan umat Islam di dalam keimanan yang bersih
dari sebarang pertikaian dan perdebatan. Dan apabila kaum muslimin selesai
melakukan pembukaan negeri dan kedudukannya telahpun mantap, mereka beralih
tumpuan kepada pembahasan sehingga menyebabkan berlaku perselisihan pendapat di
kalangan mereka.
Pada zaman Abbasiyah, telah banyak berlaku pembahasan di
dalam perkara-perkara akidah termasuk perkara-perkara yang tidak wujud pada
zaman Nabi s.a.w. atau zaman para sahabatnya. Berlaku pembahasan tersebut
dengan memberi penumpuan agar ia menjadi satu ilmu baru yang diberi nama Ilmu
Kalam.
Setalah kaum muslimin selesai
membuka negeri-negeri, lalu ramai dari kalangan penganut agama lain yang
memeluk Islam. Mereka ini menzahirkan pemikiran-pemikiran baru yang diambil
dari agama lama mereka tetapi diberi rupabentuk Islam. Iraq, khususnya di
Basrah merupakan tempat segala agama dan aliran. Maka terjadilah perselisihan
apabila ada satu golongan yang menafikan kemahuan (iradah) manusia. Kelompok
ini diketuai oleh Jahm bin Safwan.[9]
Dan antara pengikutnya ialah para pengikut
aliran Jabbariyah yang diketuai oleh Ma'bad al-Juhni. Aliran ini lahir
ditengah-tengah kecelaruan pemikiran dan asas yang dibentuk oleh setiap
kelompok untuk diri mereka. Kemudian bangkitlah sekelompok orang yang ikhlas
memberi penjelasan mengenai akidah-akidah kaum muslimin berdasarkan jalan yang
ditempoh oleh al-Quran. Antara yang masyhur di kalangan mereka ialah Hasan
al-Basri. Dan sebahagian dari kesan perselisihan antara Hasan al-Basri dengan
muridnya Washil bin Atho' ialah lahirnya satu kelompok baru yang dikenali
dengan Muaktazilah.[10] Perselisihan tersebut ialah mengenai hukum
orang beriman yang mengerjakan dosa besar, kemudian mati sebelum sempat
bertaubat.
Pada
akhir kurun ketiga dan awal kurun keempat, lahirlah imam Abu Mansur al-Maturidi
yang berusaha menolak golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran
al-Maturidiah.[11] Kemudian muncul pula Abul Hasan al-Asy'ari
yang telah mengumumkan keluar dari kelompok Mu'tazilah dan menjelaskan
asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulamak dari kalangan
fuqahak dan ahli hadis. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah.
Dan dari dua kelompok ini, terbentuklah kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dan kesimpulannya, kita dapat melihat bahawa kemunculan kelompok-kelompok di dalam Islam adalah kembali kepada dua perkara:
1. Perselisihan mengenai pemerintahan
2. Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.
Dan kesimpulannya, kita dapat melihat bahawa kemunculan kelompok-kelompok di dalam Islam adalah kembali kepada dua perkara:
1. Perselisihan mengenai pemerintahan
2. Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.
Secara
garis besarnya, ada dua sebab yang paling pokok yang menjadi penyebab lahirnya
ilmu kalam ini, yaitu:
A.
Sejarah
Ilmu Kalam berdasarkan Politis
Menurut
Harun Nasution,[12]
kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut
peristiwa pembunuhan ‘Ustman bin affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyyah
atas kekhalifahan Ali bin Abi Tholib. Ketegangan antara Mu’awiyyah dan Ali bin
Abi tholib mengkristal menjadi perang siffin yang berakhir dengan
keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr
bin Al-Ash, utusan dari pihak Mu’awiyyah dalam tahkim, sungguhpun dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya.
Mereka
berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan
melalui tahkim.. putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an.. La hukma illa lillah (tidak ada
hukum selain dari hukum Allah) atau La hukma illa Allah (tidak ada
perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi
Tholib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam
sejarah Islam, mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar
dan memisahkan diri atau secerders.
Di
luar pasukan yang membelot Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung
Ali mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok Syi’ah. Menurut Watt
Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyyah yang
dikenal dengan Perang Siffin. Sebagai respon atas penerimaan Ali
terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyyah pasukan Ali terpecah menjadi dua,
satu kelompok mendukung sikap Ali yang akhirnya disebut golongan Syi’ah dan
kelompok lain menolak sikap Ali yang disebut golongan Khawarij.
Persoalan
ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam yaitu:
a.
Aliran
Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti
keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
b.
Alran
Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mu’min dan
bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya hal itu terserah kepada Allah
untuk mengampuni atau menghukumnya.
c.
Aliran
Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat tersebut. bagi mereka, orang
yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin mereka tetap mengambil
posisi antara mu’min dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan
istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisis)
B.
Sejarah
Ilmu Kalam Secara Ideologis (Teologi)
Kata
Ideologis juga bisa diartikan Teologi. Awalnya persoalan ideologis ini berawal
dari persoalan politik. Maka muncullah siapa yang yang kafir dan siapa yang
bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih
tetap dalam islam.
Khawarij
memandang bahwa Ali, Mu’awiyah, Amr ibn-ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-lain
yang menerima arbitrase adalah kafir, karena didalam Al-quran telah tercatat.
وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
(Al-Maidah,
44)
Dari
ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah. Karena
keempat pemuka islam diatas telah dipandang kafir dalam arti bahwa mereka telah
keluar dari islam.
Maka
kaum khawarij mengambil keputusan untuk membunuh mereka berempat tetapi menurut
sejarah hanya orang yang dibebani membunuh Ali bin Abi Thalib yang berhasil
dalam tugasnya.
Seiring
berjalannya waktu kaum khawarij terpecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir
turut pula mengalami perubahan, yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang
yang tidak menentukan hokum dengan al-quran, tetapi orang yang berbuat dosa
besar, yaitu mutakib al-kabair atau capital sinners, juga dipandang kafir. Persoalan
orang berbuat dosa inilah kemudian yang mempunyai pengaruh besar didalam
pertumbuhan teologi selanjutnya dalam islam. Persoalannya ialah masihkah ia
bisa dipandang orang mukmin ataukah ia sudah menjadi kafir, karena berbuat dosa
besar itu.
Persoalan
inilah yang akhirnya menyebabkan tiga aliran teologi dalam islam, diantaranya
adalah :
a) Aliran Khawarij :aliran ini
berpendapat bahwa dosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari islam atu
tegasnya murtad, oleh karena itu ia wajib dibunuh
b) Aliran Murji’ah :aliran ini
mempunyai pendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin dan
bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah SWT,
untuk mengampuni dosanya atau tidak
c) Aliran Mu’tazilah :aliran tidak
sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh kedua aliran diatas. Bagi mereka
orang yang berdosa besar itu bukan kafir tetapi bukan pula mukmin. Orang yang
serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara 2 posisi. Dalam bahasa arabnya
terkenal dengan Al-manzilahbain al-manzilatain (posisi diantara 2
posisi)
Disamping
itu muncul pula aliran yang mempunyai maksud untuk menentang aliran mu’tazilah.
Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Aliran ini kemudian
terkenal dengan nama aliran Al-Maturidiah. aliran ini tidak bersifat
setradisional aliran Asy’ariah dan tidak pula seliberal Mu’tazilah.
KESIMPULAN
Secara
bahasa kalam berarti “pembicaraan” yang menurut para ahli yang di adopsi dari
bahasa yunani kuno. Dan secara terminology “ilmu kalam adalah
disiplinilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang
mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati
yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu
ketuhanan secara filosofis”.
Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
nama-nama ilmu kalam ada 5 yaitu, ilmu Ushuluddin, ilmu Tauhid, fiqh al-Akbar,
teologi Islam, dan ilmu Aqidah. Fiqih dibagi menjadi yaitu fiqih al-Akbar dan
fiqih al-Asghar. Sedangkan objek studi ilmu kalam identik dengan ilmu yang
lain, seperti filsafat dan tasawuf. Ilmu kalam pokok bahasan utamanya adalah
ketuhanan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya. Dan objek kajian ilmu kalam
bersifat transcendent spekulatif (jauh dari empiris atau pengalaman) seperti
pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan.
Ada pun dasar-dasar
dalam ilmu kalam adalah al-Qur’an yang merupakan dasar yang paling mendasar
dalam merumuskan dalil-dalil dalam menetapkan argumentasi untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan atribut-atribut tuhan. Yang
kedua, al-Hadis, insting dan segala pemikiran manuisa yang mendasari pemikiran
mereka.
Dan yang menurut
ahli sejarah permasalahan kalam timbul karena dua sebab yaitu, karena faktor
politik yang merupakan cikal bakal lahirnya ilmu kalam dan yang kedua adalah
permasalahan agama (Idiologis).
[1]Umar
Sulaiman Al-Asyaqar, “Mengembalikan citra
dan wibawa umat : perpecahan, akar masalah dan solusinya”. (Jakarta: wacana Lazuardi Amanah).
Hal : 39-55
[2] Supiana,
dan Karman. M. “Materi Pendidikan Agama Islam”. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009). Hal: 161
[4]
Sahilun A.
Nasir, Ilmu Kalam, Pt. Bina Ilmu, Surabaya.
[5]
Abdul
Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka
Setia,2009, h. 13-21.
[6]Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999, h.
18.
[7]
op. cit. h. 26-27
[8]
Harun Nasution, Teologi Islam :
Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, UI- Press, Jakarta, hlm : 6
[9]
W. Montgomery watt, Pemikiran teologi dan
filsafati islam. Terj. Umar Basalim, penerbit P3M, Jakarta, 1987, hlm : 10
[10]
Ibid,hlm : 8
[11]
Ibid, hlm: 9
[12]
Harun Nasution. “Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisi Perbandingan.”
(Jakarta: UI Press. 1986). Hal:7-8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar